Cari Blog Ini

Jumat, 10 Mei 2024

Pudya, Si Juara Olimpiade Sains yang Senang Menyanyi Pop


Pudya peraih medali emas NMMO
Pudya Sang Juara Olimpiade Sains Tk. Nasional. Foto: Thomas Sutasman

Oleh: Gita FU 

Cilacap, kopidarigita.com—Kabar gembira datang dari Ignasius Loyola Anthonio Pudya, atau akrab disapa Pudya. Remaja yang merupakan  siswa SMP Pius Cilacap kelas IX ini, berhasil menyabet medali emas pada Olimpiade Sains tingkat Nasional. Ada dua olimpiade yang ia ikuti, pertama  Nusantara Brilliant Minds Olympiad (NMMO) bidang Bahasa Indonesia, dan kedua adalah National Best Student Competition (NBSC) bidang PKn.

Tentu saja prestasinya ini  membawa harum nama sekolah dan Kabupaten Cilacap, ya, Sobat.

Saya berkesempatan menyambangi rumah orang tua Pudya, untuk berbincang-bincang dengan remaja ini terkait prestasinya, pada Kamis (9/5/2024) sore. Kebetulan Pudya dan kedua orang tuanya belum lama pulang dari gereja setempat untuk beribadah. Dengan raut sedikit tersipu, Pudya menyatakan rasa senang atas keberhasilannya.

Hal yang menarik adalah, ternyata keinginan mengikuti Olimpiade Sains tingkat Nasional tersebut  murni keinginan Pudya sendiri, loh!  

"Pas lagi scrol di IG lihat pengumuman kompetisi ini. Ya udah, saya langsung memutuskan daftar," tuturnya lugas.

Olimpiade NMMO dan NBSC berlangsung secara online di bulan Januari dan April 2024. Selama kompetisi berlangsung Pudya mempersiapkan diri dengan cara banyak membaca buku kumpulan soal SMP.

"Soal-soalnya ‘kan materi dari kelas VII sampai IX, ada bukunya. Tinggal saya baca saja," akunya.

Ketika ditanya apa motivasinya mengikuti olimpiade, Pudya menjelaskan sebagai salah satu sarana persiapan ujian sekolah.

“Sebentar lagi saya ujian kelulusan, maka saya harus banyak berlatih soal-soal. Salah satunya  dengan mengikuti olimpiade,” katanya.  

Adapun pengumuman kemenangan dilakukan oleh panitia penyelenggara melalui grup WA khusus peserta, serta akun media sosial panitia. Jumlah  pesertanya sendiri mencapai  ribuan dari seluruh Indonesia.


Tips Belajar Ala Pudya

 

Lukisan Pudya saat kelas 4 SD di antara foto keluarga. Fotp: Dok.pri/GFU

Di ruang tamu keluarga Pudya ini saya melihat jajaran buku tebal yang ditata secara estetik di rak kayu. Kebanyakan merupakan koleksi Thomas Sutasman, ayah Pudya. Di dinding tergantung sejumlah foto keluarga, dan (ini yang menarik perhatian) lukisan di atas kanvas dengan media crayon.
 
Dua lukisan tersebut sama-sama karya Pudya yang dibuat saat ia kelas 4 dan 5 SD. Lukisan yang dibuat sewaktu ia kelas 4 bahkan merupakan juara pertama tingkat Kabupaten Cilacap.

lukisan Batik Carnival Cilacap
Lukisan karya Pudya saat kelas 5 SD. Foto: dok.pri/GFU

Pudya ternyata berbakat seni, Sobat!

Fakta menarik lainnya adalah, remaja ini senang menyanyi lagu pop. Bakatnya di bidang tarik suara sudah dibuktikan pula lewat deretan piala  Lomba Menyanyi di sejumlah event.  Benar-benar remaja berprestasi. Salut saya untukmu, Pudya.

Nah, tentunya menarik, dong, mengulik kebiasaan dan tips belajar ala Pudya. Berikut ini saya rangkumkan:

  1.  Jam belajar Pudya dibagi dua sesi, pagi dan malam. Pagi dimulai sejak sekira pukul 03.30-04.30. Lalu jam 5 ia terbiasa mandi, kemudian berangkat ke sekolah jam 6 bersama sang ayah. Sedangkan jam belajar malam kurang lebih dimulai pukul 7 hingga 10.
  2.  Pudya jarang bermain ponsel, selain untuk keperluan mendengarkan musik. Sebab ia terbiasa belajar dengan iringan musik.
  3.  Remaja ini benar-benar memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Itu sebabnya Pudya jarang nongkrong di luar kegiatan sekolah. Selebihnya ia adalah anak rumahan.

 Dukungan Penuh dari Orang Tua

 

piala Pudya
Deretan Piala Miik Pudya. Foto: dok.pri/GFU

Kedua orang tua Pudya adalah guru. Sehingga tak heran mereka menaruh perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Thomas Sutasman sendiri adalah Kepala SMP Pius Cilacap, tempat Pudya menimba ilmu. Tak afdol jika tidak meminta komentar beliau.

"Sebagai Kepala Sekolah saya merasa senang karena ada siswanya yang berprestasi. Semoga dengan prestasi itu mampu mengangkat  semangat dan memberi spirit bagi adik-adik kelasnya," tegas Thomas.

"Sebagai orang tua saya merasa senang dan bangga atas prestasi yang diraih anak saya," imbuhnya.

Thomas juga membeberkan bahwa selama ini  sekolah yang ia pimpin amat suportif terhadap prestasi para siswa, apapun bidang yang dicapai oleh mereka. Sebab caranya memandang prestasi seorang siswa tidak terbatas hanya pada masalah peringkat, namun lebih luas lagi.

“Misalkan ada siswa yang mampu berkelakuan baik, atau berhasil mengikuti lomba cerpen, itu tetap kami hargai sebagai prestasi. Ada karya yang melalui proses panjang, itu pantas untuk dihargai,” terangnya lebih lanjut.

Untuk itu di setiap momen Hardiknas, atau Hari Guru, SMP Pius Cilacap selalu memberikan piagam penghargaan pada para siswa berprestasi. Selain itu, prestasi-prestasi siswa tersebut akan diperhitungkan sebagai tambahan poin pada Asesmen Sumatif Akhir Jenjang (ASAJ).

Tak lupa Thomas berpesan kepada siswa-siswi SMP Pius Cilacap agar tidak berkecil hati. 

"Banyak peluang meraih prestasi, tidak hanya di bidang eksak saja. Masih banyak bidang lainnya, " himbaunya. 

Demikianlah, Sobat, semoga menginspirasi, ya. Saya akan tutup artikel ini dengan pesan dari Pudya:

“Tetap semangat mencapai mimpi. Karena setiap kita pasti punya mimpi.”



Rabu, 08 Mei 2024

Lotek Bu Lastri, Simbol Keuletan Mengubah Nasib

 

bu lastri penjual lotek
Bu Lastri sedang menyiapkan lotek di lapaknya. Foto: dok.pri/GFU 


Cilacap, kopidarigita.com --Kita memang tidak bisa memilih dilahirkan di dalam keluarga yang sempurna, dan ideal di mata manusia. Maka ada yang tumbuh besar dalam keluarga berkecukupan materi, sebaliknya ada pula yang dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan.

Namun yang menjadi kesamaan, Tuhan menganugerahkan hati, dan akal kepada manusia. Sehingga kelak kita dapat berusaha mengubah nasib, sekuat kemampuan. Sebagaimana halnya yang kini dijalani oleh Dewi Sulastri dari Donan, Cilacap, Jawa Tengah.

Ia lahir sebagai anak kedua dari 4 bersaudara. Sejak kecil ia dan saudaranya akrab dengan kondisi kekurangan. Sebab orangtuanya bukan orang berada. Hal ini ternyata membentuk watak pejuang dalam diri Sulastri dan saudara-saudaranya.

Ketika beranjak dewasa, ia tak malu bekerja mengais rezeki. Perempuan yang akrab disapa Lastri oleh lingkungannya ini punya impian mengumpulkan modal, untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Maka pada tahun 2000 ia berangkat kerja ke Malaysia, untuk menjalani kontrak selama dua tahun.

Tahun 2002 setelah selesai kontrak kerja, ia pulang. Dari hasil jerih payahnya itu, Lastri berhasil mewujudkan impian membangun rumah di atas sebuah lahan kosong. Rumah ini awalnya untuk ditinggali bersama keluarganya. Sebab sebelum itu, keluarga Lastri hanya bisa berpindah-pindah rumah kontrakan.

Lalu di tahun 2003 ia menikah dengan Ihsan, pemuda pilihan hatinya. Masih dari hasil tabungannya, ia bisa menyelenggarakan acara pernikahannya, tanpa meminta biaya pada kedua orangtuanya. Setelah menikah, Lastri memutuskan tidak akan pergi merantau kembali. Sesulit apapun kehidupannya kelak, ia bertekad menjalaninya berdua sang suami, di negeri sendiri.

Tahun-tahun awal pernikahan adalah masa sulit bagi pasangan ini. Pendapatan suami belum mencukupi, ditambah kehadiran anak, cukup membuat Lastri merasa pusing. Hingga di tahun 2008, kepulangan adiknya dari negeri jiran membawa secercah harapan.  Muncullah ide dari sang adik agar Lastri membuka warung di depan rumahnya. Ide itu tidak serta merta diterima. Namun karena menimbang inilah jalan terbaik bagi dirinya dapat menambah pemasukan tanpa meninggalkan anak, Lastri akhirnya mau mencoba.

Tidak mudah menjalankan usaha warung. Lastri mengalami jatuh bangun terlebih dahulu. Keuntungan yang diperoleh tidak seberapa apabila hanya menjual jajanan kemasan. Maka Lastri nekat menjual tabungan daruratnya, berupa sebuah cincin emas. Dari situ ia menambah item jualannya, berupa es campur dan lotek (sejenis pecel). Perlahan-lahan usahanya menunjukkan kemajuan. Mulailah ia berbenah sedikit demi sedikit agar tampilan warung kian apik.

Memasuki medio 2012 Lastri menambahkan gorengan ke dalam menu dagangan. Mendoan, tahu brontak, pisang goreng, dan bakwan hasil karyanya dijual enak dan murah sehingga dicari pelanggan. Kenyataan ini membuat Lastri makin jeli membaca keinginan pembeli. Ketika anaknya memasuki SMP, ia melihat peluang anak sekolah yang setiap pagi membutuhkan sarapan. Dan di sekitar warungnya belum ada pesaing usaha serupa. Maka ia putuskan jualan nasi rames sejak selepas subuh hingga jam 8 pagi.

Keputusan-keputusan Lastri berbuah manis. Berkat keuletan dan kerelaannya mengorbankan waktu istirahat, usaha warungnya kian maju.  Dampaknya pun terasa signifikan pada perekonomian keluarga.

Belum lama ini, tepatnya sejak bulan Ramadhan lalu, Lastri mencoba membuka lapak lotek dan gorengan bersama suaminya, di depan Lapangan Karang Suci, Donan. Menurut pasutri ini, hasil yang diperoleh ternyata lumayan. Sehingga mereka memutuskan untuk lanjut berjualan lotek dan gorengan  di tempat tersebut.

“Untuk pelanggan yang biasa beli di rumah tetap saya layani. Mereka bisa WA  ke saya, nanti lotek atau gorengannya dianter sama suami,” terangnya ketika saya bertanya bagaimana nasib pelanggan lamanya, belum lama ini.

Demikianlah. Perjalanan hidup yang keras mampu menempa watak seseorang, untuk jadi pejuang ataukah pecundang? Pilihan ada di tangan kita sendiri.

Dewi Sulastri adalah contoh yang memilih menjadi pejuang. (*)