Cari Blog Ini

Rabu, 24 Juli 2019

[Cerma] Tanpa Ibu



(Terbit di Mingguan Minggu Pagi--KR Grup)


Oleh: Gita Fetty Utami

Pembacaan tahlil dan doa selepas isya belum lama  usai. Para tetangga telah berpamitan pulang semua. Menyisakan Ayah bersama beberapa kerabat yang masih bercakap-cakap di ruang tamu. Kiara segera beranjak masuk ke kamarnya. Ia rebahan menatap langit-langit dengan mata sembab, sembari memeluk bantal guling. Rasa-rasanya ia sulit percaya Ibu telah tiada dan dimakamkan tadi siang.

"Ibu," rintih remaja kelas dua SMP ini.

Benaknya kembali memutar rekaman peristiwa, saat tadi pagi Om Tanto ke sekolah dan meminta ijin ke kantor guru untuk menjemputnya. Kiara cemas karena adik ibunya itu memasang raut wajah tegang. Namun tak ada penjelasan lebih jauh ketika ia bertanya, selain mengatakan Ibu ingin bertemu.

Sepanjang perjalanan bermotor dari kompleks sekolah berasrama menuju rumah, Kiara terpaksa menebak-nebak sendiri. Apakah kondisi Ibu melemah lagi? Namun  jika demikian, seharusnya Ibu dibawa  ke rumah sakit, bukan? Kenapa Ibu malah memintanya pulang? Aduh, hati Kiara seperti digoreng minyak panas saking gelisahnya. Kemudian baru ia sadari Om Tanto mengebut dan mengambil jalan-jalan pintas agar lekas sampai.

Di jalan masuk menuju rumah, Kiara melihat beberapa tetangga duduk di teras rumah. Mendadak Kiara disergap ketakutan tak bernama. Begitu motor berhenti, Kiara langsung meloncat turun, masuk terburu-buru.

Di kamarnya Ibu terbaring dengan mata terpejam. Ayah tak henti-henti membisikkan kalimat syahadat ke telinga kanan Ibu, menuntun beliau mengucapkannya. Andini, kakak Kiara, terisak-isak di kaki ranjang. Menyaksikan pemandangan itu membuat tubuh Kiara kehilangan bobot. Ia segera menubruk  wanita yang melahirkannya itu.

"Ibu kenapa?" pekiknya. "Bangun, Bu! Ini Kia!"

Ajaib. Mata Ibu membuka, lalu menatap Kiara. Dengan terpatah-patah ibu bicara. "Ki-a. Nak, ka-mu yang kuat, ya? Ja-ga iba-dah-mu. Ibu sa-yang Ki-a." Setelah itu mata Ibu kembali menutup meskipun Kiara dan Andini bergantian memanggil.

"Innalillahi wa innailaihi rajiun," ucap Ayah lirih. "Ibu sudah pergi, anak-anak." Pecahlah tangisan mereka sekeluarga.

Kiara mengusap lelehan air matanya yang semakin membanjir. Kata Ayah, tiga hari sebelumnya dada Ibu sesak. Namun Ibu sama sekali bergeming saat hendak dibawa kontrol ke rumah sakit. Ibu bersikeras tetap di rumah dan minum obat rutin seperti biasa. Hingga akhirnya tubuh Ibu ambruk. Kiara sama sekali tak diberitahu justru atas permintaan Ibu. Beliau mempertimbangkan persiapan Kiara menghadapi ujian akhir semester.

"Ibu, Kia sebatang kara sekarang," isaknya lagi. Gadis ini makin tenggelam dalam kesedihan. Ia sibuk meratapi nasib. Hingga tak mendengar suara ketukan di pintu.

"Kia, rupanya kamu di sini," sapa Andini. Gadis yang lebih tua dua tahun dari Kiara ini duduk di pinggir ranjang, menatap prihatin pada adiknya. Kiara langsung menutupi wajah dengan bantalnya.

"Kia, Kakak paham kamu sedih. Kakak juga amat kehilangan Ibu...."

"Mana mungkin Kak Dini paham! Kia bukan cuma sedih Ibu meninggal, tapi juga kecewa nggak ada di samping Ibu saat sakit! Kenapa, sih, Kia jadi orang terakhir yang dikabari? Padahal yang anaknya Ibu, tuh, Kia, bukan Kak Dini!" sembur Kiara tiba-tiba. "Dan sekarang Kia jadi yatim piatu, tahu!"

Andini terperenyak. Ia menghela napas, meredakan gejolak perasaannya sendiri. Adiknya sedang emosi, percuma dilawan dengan kata-kata. Andini membenahi rambut panjangnya, sebelum mulai bicara lagi.

"Kamu ingat pertama kali kita bertemu? Saat itu kamu kelas 1 SD dan Kakak kelas 3. Tiap melihat Kakak, kamu seperti malu-malu. Kakak juga bingung mau ngobrol apa. Sedangkan Ayah menyuruh Kakak untuk akrab denganmu. Eh, untung ada si Sentaro, ya?"

Kiara tetap membisu. Namun diam-diam ia pun mengenang masa itu, ketika ibunya baru menikah lagi dengan ayahnya Andini. Sentaro kucing belang tiga milik Andini menjadi pencair kecanggungan mereka. Lambat laun Kia dan Andini akrab selayaknya saudara kandung.

"Kamu tahu nggak, Kia? Waktu ayah menyatakan hendak menikah lagi, sebetulnya aku takut! Orang-orang bilang ibu tiri kejam, hanya sayang sama ayah saja. Tapi Ayah meyakinkanku akan kebaikan hati Bu Tyas, ibumu. Ayah bilang nggak mungkin menikahi wanita yang nggak sayang sama anak. Dan ternyata Ayah benar," ucap Andini lagi. "Kasih sayang ibu yang tulus mampu menyembuhkan trauma akibat perlakuan kasar mama kandungku."

Kiara terperangah. Ia tak tahu bagian itu. Ibu hanya mengatakan bahwa Kak Andini anak yang tabah, dan patut disayangi sepenuh hati. Cara Ibu memperlakukan mereka begitu luwes, sehingga Kiara tak merasa keberatan berbagi kasih sayang. Demikian pula sikap Pak Rinto, ayahnya Andini, kepada Kiara, penuh perhatian dan pengayom. Pendek kata mereka berempat dapat saling berbaur dan mengisi tanpa kesulitan berarti, selayaknya keluarga utuh.

Tangis Kiara  berhenti. Andini menyadarinya. Lembut disentuhnya bahu adiknya itu. Kiara tak menampik.
"Kia, tanpa Ibu, kamu tetap adikku,  Ayah tetap ayahmu. Kita satu keluarga. Ya?" Andini merengkuh tubuh Kiara ke dalam pelukan. Mereka kini berbagi kekuatan. (*)

Cilacap, 270519

Catatan penulis: cerma ini saya tulis setelah ibu saya Anneke Dewi meninggal tanggal 3 Mei. Meskipun beliau bukan ibu kandung saya, tetapi segala kebaikannya tersimpan rapi dalam ingatan saya.

Kamis, 11 Juli 2019

Radio Yes FM Cilacap Peduli pada Gerakan Literasi



Assalamu'alaikum, apa kabar sahabat kopidarigita? Semoga kita semua selalu dalam kondisi terbaik untuk beraktivitas positif, yha. Aamiin.

Hari Sabtu, 6 Juli 2019 lalu, radio Yes FM Cilacap mengudarakan edisi perdana program terbarunya: Suara Literasi dari jam 9-10 pagi. Program ini bertujuan untuk mendukung gerakan literasi di Cilacap dan mengapresiasi karya-karya para pegiat literasi. Acaranya dikemas dalam bentuk dialog interaktif yang santai, serta membuka keran tanya jawab dari pendengar kepada narasumber.

Saya mendapat kehormatan untuk tampil di edisi pertama tersebut, selaku penulis dan blogger. Selain saya, telah diundang juga pihak Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Cilacap, serta Toko Gramedia Cilacap; masing-masing diwakili oleh Pak Budi Setyono, pustakawan berprestasi, dan Mbak Mahayanti, Head Outlet Gramedia Cilacap. Dipandu Mas Sandy sang penyiar, kami memperbincangkan literasi dari sudut pandang Arpusda, toko, dan penulis. Sungguh luar biasa.

Dari ki-ka: saya, mbak Yanti, Mas Sandy, Pak Budi. Dok. Sandy

Tapi sebenarnya saya grogi, lho! Iya, saya biasa berada di balik layar, berkutat dengan kata-kata. Eh, tiba-tiba berada di balik mikropon dan didengar banyak orang. 🙈. Untunglah suara saya cukup merdu. *Hahaha!* Sahabat bisa melihat cuplikan siaran kami di tautan ini: rekaman siaran suara literasi.

Baca juga: Geliat Pegiat Literasi Cilacap.

Usai siaran, saya sempat melakukan wawancara mini dengan Mas Sandy, perihal radio Yes FM ini. Ya, kan saya penasaran ingin tahu profil radio keren ini. Apalagi saat Mas Sandy menyebut usia stasiun radio ini sebentar lagi 41 tahun! Sahabat sekalian so pasti sama penasarannya dengan saya, kan? Yuk, simak terus.

Sejarah Singkat Radio Yes FM Cilacap


Profil Yes FM. Sumber: Google

PT. Radio Swara Yasfi Indah adalah nama perusahaan yang menaungi radio ini. Radio Yasfi, itulah namanya semula, resmi beroperasi pada tanggal 10 Oktober 1978 sebagai radio swasta pertama di Cilacap. Kantor pertamanya berada di Jl. Kalimantan, dan masih memakai frekuensi AM.

Tahun 1992 kantornya pindah ke Kawasan Industri. Lalu dua tahun berselang radio Yasfi mulai memakai frekuensi 103, 35 FM.

Mereka semakin mendapat penggemar setia, hingga nama 'Yasfi' dirasa perlu diganti. "Kalau orang Sunda sering terpeleset menyebut 'Yaspi'," urai Mas Sandy.

Di tahun 2005 manajemen akhirnya memutuskan nama baru, yaitu Yes FM dengan tagline: Kebanggaan Cilacap, sekaligus pergeseran frekuensi menjadi 104, 2 FM. Kedua hal itu bertahan hingga sekarang.

Pada tahun 2008, sekali lagi radio Yes FM pindah alamat. Kali ini mereka pindah ke Jl. MT. Haryono, berseberangan dengan Komplek Pertamina/Komperta Donan. Lalu menyusul diversifikasi usaha, bangunan tersebut dibagi 2 lokal. Ruangan yang lebih lebar digunakan sebagai toko retail berbasis kemitraan. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk stasiun radio hingga kini.

Kantor dan studio Yes FM Cilacap.


Program-program Radio Yes FM Cilacap

Siaran radio berlangsung sejak pagi hingga malam. Sementara acara-acara yang mereka jalankan dibagi 3 kelompok: reguler, Sabtu, dan Minggu. Ini dia susunannya:

1. Hari Senin-Jumat/Reguler
MQ pagi*, semangat pagi, beranda keluarga, yes talkshow, Gendu2 Rasa, Digoda Pantun, Cilacap Hari ini, Kajian Islam, Salam Sahabat, Goyang Gayeng;

(Keterangan: program MQ Pagi merupakan siaran relay dari MQ FM Bandung, tiap jam 5-6 pagi).

2. Hari Sabtu
Semangat Pagi, Salam Literasi*, YeSinema**, Gita Nostalgia, Kidung Pasundan, Goyang Tarling, Pesan Sang Dai (Zainuddin MZ), Gudril Banyumasan, Wayang Kulit;

 (Keterangan: * dan ** adalah program terbaru)

3. Hari Minggu
MQ Pagi, Dunia Anak, 100% Iwan Fals, Keroncong Kita, Dasa Tembang Jawara, Minggu Mandarin, 1 jam bersama, Rock Indo, Share & Relax.

Membicarakan radio dan programnya tentu tak lengkap tanpa sang penyiarnya. Sosok di balik ruang siar yang setiap hari menyapa pendengar setia. Saya pun menyempatkan untuk sedikit mengulik profil Mas Sandy.

Pria asli Bumiayu kelahiran tahun 1981 ini mengakui nama aslinya ialah Slamet Riyadi. Ia mengawali karirnya di radio Bumiayu Swara Indah pada tahun 2001. Dua tahun kemudian saat radio Yasfi Cilacap membuka lowongan kerja sebagai penyiar, ia ikut melamar dan bersaing dengan +/- 50 orang lainnya. Ajaib, ia satu-satunya yang diterima.

"Ternyata dari semua pelamar, cuma saya yang (berinisiatif) menyertakan kaset berisi rekaman suara," terang Mas Sandy perihal keajaiban itu. Hmm, pantaslah diterima. Karena apa yang dulu dilakukannya mengisyaratkan keseriusan bekerja, serta sisi kreativitas yang diperlukan di bidang penyiaran. Begitulah kata batin saya dengan sok tahu.

Di Cilacap inilah Mas Sandy menemukan belahan jiwanya, Titis Tri Hapsari. Ia lalu menikah pada tanggal 26 September 2009. Kini ia dan istrinya dikaruniai 2 orang anak berusia 9 dan 4 tahun.

Mas Sandy dan keluarganya. Foto: profil WA


Ia sempat memutuskan off dari Yes FM di tahun 2016. Kemudian pria ini bergabung dengan sebagai kontributor berita di RRI Purwokerto-Banyumas. Tetapi tak lama kemudian, tepatnya di tahun 2018 ia kembali ke radio Yes FM Cilacap. Kali ini ia memegang posisi sebagai station manager. Sedangkan posisinya di RRI Purwokerto tak berubah, masih sebagai kontributor.

Selama belasan tahun menjadi 'orang radio' tentulah ada suka dan duka yang dialami Mas Sandy. Yang paling diingatnya sebagai masa duka adalah saat-saat menjadi penyiar baru di Yasfi Cilacap.

"Saya waktu itu masih culun, grogi ketika on air. Bahkan pernah juga ditelpon Bos supaya turun dari ruang siar. Katanya siaran saya jelek banget!" kenangnya. "Tapi bagaimanapun karrna profesi penyiar memang sesuai passion, ya saya bisa melewati semua dengan rasa suka yang lebih besar!"

Nah, kan, Sahabat, sekali lagi passion alias hasrat berbicara banyak jika menyangkut pilihan pekerjaan. Apapun rintangan insyaallah bakal terasa ringan atau bisa dihadapi dengan enjoy, asalkan sejak semula selaras dengan pilihan hati. *Tsssaah!* Saya setuju ini. 😄.

Demikianlah cerita saya kali ini. Semoga ada manfaatnya, entah banyak, entah sedikit, bagi pembaca. Salam literasi! (*)


Keterangan:
Instagram radio Yes FM: @yesradiocilacap
Facebook: Yes Radio Cilacap.




Senin, 01 Juli 2019

Gramedia Cilacap yang Dirindukan

Logo Toko
Logo Toko Gramedia Cilacap. Foto: Lina Sophy

Pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, saya dan teman-teman perwakilan Blogger Cilacap--mbak Lina Sophy, mbak Sukarni, mbak Betty, Mas Victor, dan Kak Ojo--diundang dalam acara pembukaan resmi toko Gramedia Cilacap. Saya pribadi merasa antusias. Maklumlah, sebelum ini kami warga Cilacap harus pergi ke kota tetangga jika ingin menyambangi toko ini. Dan itu lumayan jauh, Markonah! Makanya tak berlebihan rasanya kalau saya bilang toko Gramedia sudah lama dirindukan kehadirannya.

Nah, gerai di Cilacap ini merupakan gerai ke-118 dari seluruh cabang Gramedia yang berpusat di Jakarta ini. Kota Cilacap dipandang memiliki banyak potensi dari sisi ekonomi, pariwisata, dan pendidikan. Sehingga membuat pihak Gramedia tak ragu membuka tokonya di sini. Lokasi yang dipilih adalah ruko 2 lantai jalan Gatot Subroto no 49 C-D, diapit BTPN dan Aromania cafe and resto.

Selain itu pembukaan gerai juga sejalan dengan misi Gramedia; yaitu berperan dalam usaha mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa melalui penyebaran informasi dan pengetahuan. Atau lebih ringkasnya: memajukan literasi di Cilacap. 

Sebagai sebuah toko, Gramedia kini tak hanya menyediakan buku-buku baik fiksi dan non fiksi. Mereka juga menambah lini penjualan: alat-alat tulis, barang-barang TI, hingga tas dengan label privat. Kesemuanya merupakan barang berkualitas baik. 
"Kami menjual palu gada, 'apa lu mau gua ada'", ucap Bapak Guntoro selaku General Manager area Jateng dan DIY, dalam kata sambutannya.

Jajaran direksi PT Gramedia Asri Media dan tamu undangan. Foto: Victor


Bapak Supriyanto, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Cilacap. Foto: dokpri.



Bapak Supriyanto, kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Cilacap, dalam sambutannya menitipkan harapan semoga kehadiran Gramedia dapat menjadi daya ungkit bagi gerakan literasi di masyarakat saat ini.  Karena dari hasil survei minat baca masyarakat Infonesia masih diangka 0,05. Dan informasi literasi sebagian besar diakses dari berita elektronik yang tingkat kevalidan masih dipertanyakan. Kita tidak bisa menutup mata dari banyaknya berita hoaks dan karena itulah butuh media fisik seperti buku untuk dijadikan sumber informasi.

Sementara itu  puluhan bahkan ratusan orang datang berkerumun di lokasi. Pihak Gramedia sendiri rupanya menyiapkan kejutan; sebanyak 150 lembar voucher senilai Rp 100.000 dan Rp 50.000 dibagikan saat acara opening toko. Ditambah ratusan kupon Flash sale untuk empat item khusus, makin menambah kemeriahan suasana.

Antusiasme warga. Foto: dokpri.

Selain itu, untuk menyemarakkan acara, Gramedia Cilacap berkolaborasi dengan pelajar dan komunitas lokal. Yaitu: pawai kendaraan hias dari alun-alun Cilacap ke halaman toko, penampilan suara merdu oleh dua penyanyi belia dari Harmoni Musik, serta musikalisasi puisi oleh Nevvin dari Mengkaji Pustaka. Tak lupa pula penyerahan bantuan buku bacaan kepada Forum Literasi Cilacap, yang diterima oleh Bapak Supriyanto secara simbolis.








Dan akhirnya toko pun resmi dibuka. Jajaran rak-rak rapi serta karyawan toko yang ramah menyambut kedatangan pengunjung. Ada 2.204 koleksi buku baik fiksi maupun non fiksi, serta 2.164 item aneka stationaries dan barang-barang IT. Banyak, kan?

 Satu lagi yang sayang dilewatkan: aneka promo yang berlaku tanggal 29 Juni- 7 Juli 2019. Seperti hadiah voucher Rp 100.000 untuk 100 orang yang beruntung, hadiah langsung bagi yang berbelanja minimal Rp 250.000, diskon 30% bagi member My Value (aplikasi bisa diunduh di Google Play), dan diskon 10% bagi pengunjung yang membawa brosur opening Gramedia Cilacap.

Voucher saat opening.


Pojok kasir.


Rak-rak di lantai 1.

Antrian pembeli.

Rak-rak di lantai 2.


So, tunggu apalagi wahai warga Cilacap? Ayo, buruan ke Gramedia! Salam literasi dan salam inspirasi! (*)

Ki-ka: Kak Ojo, mbak Sukarni, mbak Betty, saya, mbak Lina, Mas Victor.


#GramediaBooks
#GramediaCilacap
#LiterasiCilacap