Cari Blog Ini

Senin, 03 November 2025

Kisah di Balik Novel Ratu Kalinyamat

 

Penulis Novel Ratu Kalinyamat
Setyo Wardoyo saat gelar wicara di acara Jumpa Penulis Novel Ratu Kalinyamat (Foto: dokpri/GFU)

Oleh: Gita FU

Cilacap, kopidarigita.com—Sobat, siapa nama tokoh wanita dalam sejarah Nusantara yang sudah kalian ketahui? Mungkin sebagian besar jawabannya adalah RA. Kartini, Tjut Nyak Dien, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, atau Kristina Marta Tiahahu. Semuanya tak salah. Namun jika kita mundur kembali ke masa kerajaan, ada banyak nama gemilang yang mungkin jarang mencuat di pelajaran sejarah sekolah. Sebut saja Laksamana Keumalahayati dari Aceh, Ratu Shima dari Kalingga, Tribhuwana Tunggadewi dari Majapahit, dan Ratu Kalinyamat dari Jepara.

Patut disyukuri, studi sejarah terbaru telah berhasil mengulik nama-nama tersebut beserta peranan masing-masing. Bahkan kisah Ratu Kalinyamat diangkat ke dalam novel fiksi sejarah berjudul sama. Penulisnya adalah Setyo Wardoyo, yang sebelumnya sukses pula menulis novel berjudul The Rise of Majapahit.

Nah, pada hari Kamis, 30 Oktober 2025 lalu saya berkesempatan mengikuti acara Jumpa Penulis Novel Fiksi Sejarah “Ratu Kalinyamat” Setyo Wardoyo, di Hall Anggraeni Hotel Sindoro, Cilacap. Acara tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Cilacap, sebagai satu rangkaian dengan  Penutupan Pameran Literasi yang telah digelar sejak 28-30 Oktober 2025. Tentunya hal ini  adalah suatu pengalaman berharga bagi saya.    

Oh iya, Sobat, sebelum sesi gelar wicara dimulai kami disuguhi penampilan luar biasa dari Keylha Hasna Aulia yang menyanyikan “Jepara 1574”, dan Dyah Gayatri Kusumarini yang membacakan puisi “Jepara 1574”. Asli, penampilan mereka bikin terpukau, lho.

Setelah itu tibalah saat yang ditunggu. Setyo Wardoyo, lelaki alumni SMAN 1 Cilacap yang punya sapaan akrab Yoyo, memaparkan secara sistematis proses di balik layar penulisan novel Ratu Kalinyamat. Ia bilang latar belakang memilih tokoh perempuan, antara lain guna melengkapi dan mengenalkan sosok tokoh utama kepada khalayak. Ratu Kalinyamat sendiri adalah putri Sultan Trenggono. Ia hidup di Jepara di abad 16, di masa kedatangan Portugis ke Nusantara. Nama aslinya, Ratu Mas Ayu Ratna Kencana.

Setyo mengungkapkan ia ingin mengangkat peran perempuan dalam sejarah. Selain itu ia juga menyoroti situasi  maritim kala itu, serta mengangkat budaya lokal.

Mengingat genre novelnya adalah fiksi sejarah maka Setyo menggunakan beberapa metode penulisan. Pertama, metode riset pustaka sehingga ia menemukan empat sumber primer dari Portugis, referensi dari Forum Diskusi Denpasar 12 yang digagas Lestari Moerdijat (wakil Ketua MPR RI), dan laporan Riset Penelitan Empiris Ratu Kalinyamat.

Kemudian ia juga bertemu narasumber yang memiliki keterkaitan dengan sejarah lokal,  termasuk menemui kuncen, demi menggali cerita-cerita lisan yang belum didokumentasikan dalam bentuk arsip. Setelah merasa mendapat cukup bahan barulah ia mulai menulis.

Fyi Sobat, novel Ratu Kalinyamat karya Setyo Wardoyo telah diterbitkan oeh Grasindo, Desember 2024 lalu. Tebal novelnya adalah 496 halaman. Wajar tebal, ya, mengingat genre yang diusung kisah ini.

 

Peran Ratu Kalinyamat

 

Cover Novel Ratu Kalinyamat (Foto: Grasindo) 

Menurut data dan fakta sejarah yang saya baca di Laporan Hasil Penelitian Empiris  Ratu Kalinyamat, diterbitkan oleh MPR-RI, 2025, Ratu Kalinyamat  adalah sosok pemimpin perempuan pertama  yang mencetuskan anti-kolonialisme terhadap Portugis di abad XIV. Ia sosok yang   tangguh, bermental baja, dan amat berpihak kepada rakyatnya. 

Bayangkan, sang ratu meneruskan tampuk kepemimpinan setelah suaminya Pangeran Hadiri tewas dibunuh Arya Penangsang, penguasa Blitar yang ingin merebut kekuasaan di Demak. Bukannya goyah setelah kematian tragis suaminya, ia malah berhasil menegakkan marwahnya. Terutama setelah akhirnya Arya Penangsang mati di tangan Jaka Tingkir atau Hadiwijaya. Ratu Kalinyamat mendedikasikan hidup untuk kemajuan Jepara.

Di samping itu, Ratu Kalinyamat adalah diplomat unggul. Berkat diplomasinya, ia berhasil membentuk poros maritim dengan kesultanan lain (Aceh, Cirebon, Hitu). Poros inilah yang berhasil merepotkan Portugis dengan empat kali serangannya. Serangan pertama pada 1551, ia mengirimkan pasukan ke Malaka, atas permintaan Kerajaan Aceh.

Serangan kedua, pada 1564, ia mengirimkan pasukan ke Teluk Ambe, atas  permintaan Sultan Ternate. Tujuannya guna menangkal upaya pendudukan Portugis.

Ketiga pada 1565, Ratu kembali mengirimkan pasukan ke wilayah Ambon. Kali ini atas permintaan Sultan Hitu, untuk melawan hegemoni Portugis terhadap sumber-sumber ekonomi, dan pelabuhan.

Keempat, pada 1574, ia secara mandiri mengirimkan 15 ribu pasukan dan 30 jung besar ke Malaka untuk menyerang Portugis. Ke empat serangan ini tergambar dalam buku-buku primer yang terbit di Portugis.

 Atas keberanian, dan kepandaiannya ini pihak Portugis pun menaruh rasa hormat kepadanya. Ratu Kalinyamat  diberi julukan Rainha de Japora, Senhora Poderosa e rica. Artinya, Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa.

Seni ukir Jepara pun maju pesat di bawah kepemimpinan sang Ratu. Demikian pula pelabuhan jepara kala itu menjadi besar, dan memegang peran strategis dalam perdagangan lintas kerajaan.

Semua sepak terjang tersebut benar-benar pantas diteladani oleh bangsa Indonesia saat ini. Ratu Kalinyamat telah mencontohkan semangat dan patriotisme, sekaligus kecerdikan, dan pandangan visioner. Ia pantas dijadikan salah satu pahlawan nasional kita, bukan?

Demikianlah Sobat, sedikit catatan pinggir terkait pengalaman saya mengikuti Jumpa Penulis Setyo Wardoyo. Ups, hampir lupa. Menjelang akhir sesi gelar wicara, Setyo sempat membocorkan novel berikutnya bakal mengangkat kisah kepahlawanan dari Cilacap. Wow, tak sabar menunggu hasilnya kelak.

Sampai jumpa di artikel selanjutnya, Sobat!